Oleh: Arfiandi
Ukhuwah itu indah. Ukhuwah itu
menguatkan. Dengan ukhuwah, segalanya menjadi lebih mudah. Ada kebersamaan yang
meringankan beban. Ada tempat untuk berbagi dan mencurahkan isi hati. Ada
tempat yang tepat untuk mencari solusi.
Jika ikhuwah telah menjadi dasar
dalam berjamaah, sengguh bukan hanya romantisme yang di cipta. Ia bahkan
menjelma menjadi surga. Taman yang nyaman untuk melepas penat penat jiwa. Lalu
menggemuruhkan semangat juang demi mencapai cita. Seperti halnya kisah nyata
dari seorang muslimah yang merasakan begitu kuat dan indahnya ikatan ukhuwah di
daerah yang jaauh dari ibu kota. Ia seorang akhwat. Kepala sekolah. Hari itu ia
mendapatkan undangan pelatihan dari JSIT ( Jaringan Sekolah Islam Trpadu )
provinsi. Tetu ia senang dengan undangan itu. Namu juga risau.
Senang karna ia tau pelatihan itu
bisa meng up-grade dirinya. Banyak materi, wawasan baru, dan pengalaman
berharga yang akan ia dapatkan dari sana ia berharap sekolah islam terpadu yang
diamanahkan kepadanya bisa semakin meningkat kualitasnya. Mencetak generasi
masa depan yang berkarakter dan membanggakan. Yang membuatnya risau adalah,
bisahkah ia berangkat? Kini suaminya masih sakit. Campak yang menyerang membuat
suaminya tidak bisa beraktifitas banyak. Bahkan ia perlu dirawat. Sedangkan anak-anaknya………
mereka masih kecil untuk bisa mengurusi diri sendiri. Jika dirinya berangkan,
siapa yang merawat suami dan menjaga anak-anak? Hari H pelatihan semakin dekat.
Akwat kepala sekolah ini hamper memutuskan untuk tidak hadir namun sang suami
justru mendesaknya agar menjalankan amanah dakwah ini. Berangkatlah umi…. Ini
demi masa depan generasi slam di daerah ini, dengan senyum yang menguatkan ia
memotivasi istrinya, percayalah …… akau akan baik baik saja. Begitupula
anak-anak.
Subhaanallah …….. ketegaran luar
biasa ia dapatkan dari suaminya. Dalam kondisi sakit seperti ini. Ia tetap
memprioritaskan dakwah di banding diri dan keluarganya. Namun demikian kekuatan
ini masih belum cukup untuk membuatnya memutuskan pergi ke ibu kota provinsi
selama 3 hari. Sampai sang suami mengatakan kita akan meminta bantuan ikhwah!
Dengan berbinar binary mata mereka saling pandang saling menguatkan.
Maka selama 3 hari, rumah mereka
di datangi para ikhwah bergantian. Ikhwan dan akhwat. Ikhwan-ikhwan dating
merawat sang suami dan para akhwat datang untuk menjaga anak-anak mereka.
Dengan penuh semangat akhwat kepala sekolah ini mengikuti seluruh acara
pelatihan. Diwaktu waktu istirahat ia menelepon ke rumah memastikan
segalanyaberjalan dengan baik. Atau kisah lai yang tidak kalah menyentuh sebut
saja seorang akh yang pernah bercerita bahwa dia pernah meraakan manisnya
ukhuwah teringat waktu tugas di Banjarmasin, anaknya yang ke 3 sakit dan harus
diopname di rumah sakit sedangkan anak yang nemer satu dan dua juga masih kecil
kecil sehingga tidak di ijikan masuk ke rumah sakit. Tiap malam ada akhwat yang
bergantia menungui anaknya yang dirawat tersebut dan pada pagi harinya hamper
kerumahnya dengaan membawa cucian kotor. Sementara dia merapihkan rumah.
Hal seperti itu juga terulang
ketika dia pindah ke kota Jogja kelahiran anak ke 5,6,dan 7 serta waktu ada
anak yang sakit juga di bantu akhwat yang bergantia menungu dan mengurus
keperluan istrinya. Dua kisah diatas bukanlah kisah dari negri dongeng
melaninkan sekali lagi adalah kisah nyata yang menjadi inspirasi berukhuwah dan
mengharuskan kita mengembalikan paradigm berfikir tentang ukhuwah yang mulai
bergeser di hantam kerasnya gelombang materialistis duniawi, yang meenjadikan
ukhuwah kita terasa kering, tidak memiliki ruh dan sekedar formalitas belakang.
Sebagaimana ukhuwah menjadi pondasi kokoh dalam berjamaah, cinta semakin
kokohseiring masalah yang berhasil diatasi bersama dalam ukhuwah. Tidak
terlihat diantara dua orang yang saling mencintai, “Sabda sang Nabi sebagaimana
di iwayatkan Ibnu Madja, melebihi pernikahan.
Realita pudarnya ukhuwah dalam
diri kita ternyata seiring dengan menghilangnya inisiatif yang dulu biasa
dilaksanakan oleh orang-orang shalih terdahulu dalam menjaga dan merawat
ukhuwah, bebrapa hal yang menjadi kebiasaan para salafus kholih dan harus kita
laksanakan untuk menghidukan kembali ukhuwah yang sebenarnya dalam diri kita
adalah :
1. Nyatakan
rasa cintamu seperti dalam Hadits Rosulullah
Apabila
seseorang mencintai saudaranya maka hedaklah ia mengatakan rasa cintanya
kepadanya ( Hadits Riwayat Abu Daud dan At Tirmidzi )
2. Saling
mendoakan
Orang yang
mendoakan saudaranyapun tidak akan rugi karna keutamaan Doa itu sendiri akan
tetap kembali kepada orang yang mendoakan, seperti dalam sebuah Hadits :
” Tidaklah seorang hamba mukmin berdoa untuk
saudaranya dari kejauan, melainkan malaikat berkata dan bagimu seperti itu. (
H.R Muslim )
3. Saling
memberi hadiah
Jangan
terlalu di pikir susah. Pemberian hadiah tidak harus menungu momen2 tertentu
apalagi dengan moment bid’ah seperti ultah. Juga tidak perlu sesuatu yang
bernilai financial tinggi. Yang diukur adalah bukan nilai finansialnya, tapi
makna dari pemberian hadiah itu sendiri.
Pemberian hadiah seperti ini akan menumbuhkan perasaan cinta antara pemeberi
dan yang diberi Rosulullah SAW bersabda : “ Saling member hadiahlah, niscaya
kamu akan saling mencintai.” ( H.R Al-Bukhari )
4. Melepas
kesusahan saudaranya
Rosulullah
SAW bersabda : “ Barang siapa melepaskan salahsatu kesusahan dunia dari seorang
mukmin, maka Allah akan melepaskan salah satu kesusahan hari kiamat darinya.
Barang siapa memudahkan orang yang dilanda kesulitan, maka Allah akan
memudahkanya di dunia dan di akhirat. ( H.R. Muslim )
5. Memenuhi hak
sesama muslim
Yang ini
dibagi menjadi 2, hak umum dan hak khusus.
Hak Umum:
Dikenal
melalui hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “ Hak
muslim atas muslim lainya ada 6 : menjawab salam, menghadiri undangan, member
nasehat, mendoakanya bila bersin, menjenguknya bila sakit, dan mengantarkan jenazahnya”
( H.R. Muslim )
Hak Khusus
- Berinteraksi dalam segala hal mestinya, saudara sesame muslim kita jadikan teman dalam meniti kehidupan beragama kita. Teman dalam suka maupun duka, ada rasa saling memiliki dan memahami. Bahkan berusaha untuk mementingkan saudaranya dari uusan sendiri sebagai wujud pengorbanan tulus untuk membahagiakan saudaranya.
- Menutup aib saudara sesama muslim wajib disimpan demi menjaga kehormatanya. Ini akan terwujud jika ada kesadaran bahwa aib saudaranya seakan akan aib sendiri.
Rosulullah bersabda: “ Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain, kecuali Allah menutupi keburukanya pada hari kiamat” (H.R. Muslim)
Rosulullah salallahu’alaihi wa sallam pernah bercerita:
Seorang laki-laki berkunjung kepada saudaranya karena Allah. Lalu Allah menyuruh seorang malaikat untuk mengikuti laki-laki itu. Malaikat bertanya “Mau kemana engkau”
Laki-laki itu menjawab “Aku mau mengunjungi saudaraku, si fulan.
Malaikat berkata “Apakah engkau punya keperluan denganya”
Laki-laki itu menjawab “Tidak Ada”
Malaikat berkata “Apakah ada pertalian antara engkau dengan dia?”
Laki-laki itu menjawab “Tidak”
Malaikat berkata “Barangkali ada satu nikmatnya dengan kunjunganmu kepadanya?”,
Laki-laki itu menjawab “Tidak”
Malaikat berkata “Kalau begitu apa keperluanmu?”
Laki-laki itu menjawab “Aku menyenangi dia karna Allah”
Malaikat berkata “Sesungguhnya Allah telah mengutus aku untuk menyampaikan berita padamu bahwa Allah mencintaimu karena engkau mencintainya. Maka Allah telah mewajibkan kamu masuk surge”. (H.R. Muslim)
Dan jika kita sekarang mengeluhkan renggangnya ukhuwah, barangkali ukhuwah itu pelan pelan akan tercabut dari hati kita sendiri. Jika kita kecewa ukhuwah memudar tidak seperti dulu lagi, barangkali kita yang tidak pernah memupuknya dalam jiwa. Ukhuwah itu masih ada. Ia masih kokoh dalam diri kita.
Semoga bermanfaat………………..?
- Berinteraksi dalam segala hal mestinya, saudara sesame muslim kita jadikan teman dalam meniti kehidupan beragama kita. Teman dalam suka maupun duka, ada rasa saling memiliki dan memahami. Bahkan berusaha untuk mementingkan saudaranya dari uusan sendiri sebagai wujud pengorbanan tulus untuk membahagiakan saudaranya.
- Menutup aib saudara sesama muslim wajib disimpan demi menjaga kehormatanya. Ini akan terwujud jika ada kesadaran bahwa aib saudaranya seakan akan aib sendiri.
Rosulullah bersabda: “ Tidaklah seorang hamba menutup aib hamba yang lain, kecuali Allah menutupi keburukanya pada hari kiamat” (H.R. Muslim)
Rosulullah salallahu’alaihi wa sallam pernah bercerita:
Seorang laki-laki berkunjung kepada saudaranya karena Allah. Lalu Allah menyuruh seorang malaikat untuk mengikuti laki-laki itu. Malaikat bertanya “Mau kemana engkau”
Laki-laki itu menjawab “Aku mau mengunjungi saudaraku, si fulan.
Malaikat berkata “Apakah engkau punya keperluan denganya”
Laki-laki itu menjawab “Tidak Ada”
Malaikat berkata “Apakah ada pertalian antara engkau dengan dia?”
Laki-laki itu menjawab “Tidak”
Malaikat berkata “Barangkali ada satu nikmatnya dengan kunjunganmu kepadanya?”,
Laki-laki itu menjawab “Tidak”
Malaikat berkata “Kalau begitu apa keperluanmu?”
Laki-laki itu menjawab “Aku menyenangi dia karna Allah”
Malaikat berkata “Sesungguhnya Allah telah mengutus aku untuk menyampaikan berita padamu bahwa Allah mencintaimu karena engkau mencintainya. Maka Allah telah mewajibkan kamu masuk surge”. (H.R. Muslim)
Dan jika kita sekarang mengeluhkan renggangnya ukhuwah, barangkali ukhuwah itu pelan pelan akan tercabut dari hati kita sendiri. Jika kita kecewa ukhuwah memudar tidak seperti dulu lagi, barangkali kita yang tidak pernah memupuknya dalam jiwa. Ukhuwah itu masih ada. Ia masih kokoh dalam diri kita.
Semoga bermanfaat………………..?
_Ukhuwah_
“Orang-orang
beriman itu sesungguhnya bersaudara….” (49:10)
Komentar